Indonesia Perkuat Penerapan Strategi Nasional Bisnis Dan HAM
IndonesianJournal.id, Jakarta – Tata kelola yang baik dalam dunia usaha tidak terlepas dari tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia (HAM). Untuk itu, Indonesia telah menjadi salah satu negara yang mengadopsi Prinsip-Prinsip Panduan PBB mengenai Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGPs). Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia telah memiliki Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2023.
Dalam rangka pengarusutamaan bisnis dan HAM di Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan RI, Direktorat Jenderal HAM KemenkumHAM, dan International Labour Organization (ILO), didukung pemerintah Jepang, menyelenggarakan Seminar Nasional Penguatan Strategi Nasional Bisnis dan HAM terkait Implementasi Pekerjaan yang Layak di Hotel Le Meridien, Jakarta, pada Rabu (21/8/2024).
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor hadir langsung untuk membuka acara secara resmi. Dalam pidato kuncinya, Afriansyah menyatakan Penerapan Praktik Bisnis yang Bertanggung Jawab merupakan kunci untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
“Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong dan mengawal penerapan prinsip-prinsip ini agar setiap pekerja di negeri ini dapat menikmati hak-haknya, mendapatkan perlindungan yang layak serta bekerja dalam kondisi yang layak dan manusiawi,” kata Afriansyah.
Wamenaker juga menyampaikan bahwa Stranas BHAM diharapkan dapat menjadi dasar bagi praktik bisnis yang mengedepankan prinsip-prinsip HAM serta standar ketenagakerjaan internasional. “Melalui kolaborasi erat antara kementerian, organisasi pengusaha dan organisasi pekerja, kita akan dapat memperkuat implementasi kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” terangnya
Sementara itu, Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra menyinggung pentingnya implementasi HAM di dunia bisnis, khususnya terkait dengan penerapan pekerjaan yang layak. Menurut dia, keberhasilan bisnis tidak hanya diukur dari keuntungan finansial, tetapi juga dari kontribusinya dalam menciptakan lingkungan kerja yang layak dan menjunjung tinggi hak-hak pekerja.
“Karena itu, penting bagi kita untuk mengarusutamakan nilai-nilai HAM di dalam dunia bisnis sehingga menjadi suatu kebutuhan dalam kompetisi di pasar. Hal ini dapat dikerjakan melalui peningkatan kesadaran, penyempurnaan peraturan perundang-undangan, penguatan pengawasan dan penegakan hukum serta pembinaan terhadap pengusaha,” jelasnya.
“Kami yakin dengan komitmen bersama yang kuat, Stranas BHAM dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mewujudkan bisnis yang menghormati HAM dan implementasi pekerjaan yang layak di Indonesia,” Dhahana menambahkan.
Pada kesempatan yang sama, Spesialis Pasar Kerja dan Ketenagakerjaan ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, Diego Rei menegaskan bahwa Stranas BHAM dapat meningkatkan pemahaman dan kapasitas sektor swasta Indonesia mengenai praktik bisnis yang bertanggung jawab dan juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) berbasis HAM, terutama Tujuan 8 tentang Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan dan Pekerjaan yang Layak.
“Dengan memastikan penghormatan terhadap HAM dan pekerjaan yang layak, termasuk di dalamnya pengembangan keterampilan pekerja, perusahaan dapat mendorong perubahan positif dalam operasi dan rantai pasokannya. Mari kita jadikan momentum ini sebagai bagian dari upaya membangun iklim bisnis yang lebih baik,” pungkasnya.
Sebagai informasi, seminar nasional ini diselenggarakan sebagai sarana bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk memberikan masukan-masukan dalam meningkatkan pelaksanaan Stranas BHAM. Kegiatan ini didukung melalui dua proyek ILO mengenai bisnis yang bertanggung jawab dan pekerjaan yang layak: Proyek Rantai Pasokan Asia yang Tangguh, Inklusif dan Berkelanjutan (RISSC) dan Proyek Pengembangan Keterampilan dan Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab di Indonesia.
Beragam pemangku kepentingan terkait turut hadir dalam acara seminar di antaranya; termasuk Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan para perwakilan dari dunia usaha termasuk Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).