x
News

PERKI Beberkan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kardiovaskular Demi Tingkatkan Kesadaran Masyarakat akan Gagal Jantung

  • PublishedJanuary 31, 2022

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengadakan webinar edukasi bertajuk “Cara Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

Kardiovaskular Demi Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Gagal Jantung.” Kegiatan ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Gagal Jantung di Indonesia, serta pentingnya pencegahan sejak dini dan kepatuhan dalam pengobatan Gagal Jantung untuk menurunkan angka kematian dan mencegah rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung.

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Berdasarkan hasil penelitian berjudul Heart failure across Asia: Same healthcare burden but differences in organization of care yang dipublikasikan pada International Journal of Cardiology, jumlah penderita gagal jantung di Indonesia adalah sebesar 5% dari total jumlah penduduk. Angka kematian karena gagal jantung di Indonesia juga tergolong tinggi. 17,2% pasien gagal jantung di Indonesia meninggal saat perawatan rumah sakit, 11,3% meninggal dalam 1 tahun perawatan, dan 17% mengalami rawat inap berulang akibat perburukan gejala dan tanda gagal jantung.

dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FHFA, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengatakan bahwa “Gagal jantung adalah penyakit yang mengancam jiwa di mana otot jantung tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan darah dan oksigen pada tubuh. Penyakit ini bersifat kronis dan progresif. Gagal jantung ditandai dengan rawat inap berulang di rumah sakit yang tinggi karena perburukan penyakitnya. Jika tidak ditangani dengan baik, angka kematian global akibat penyakit ini diperkirakan dapat meningkat hingga lebih dari 23.3 juta kematian setiap tahun pada tahun 2030.”

Risiko gagal jantung meningkat pada kondisi hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, riwayat keluarga dengan kardiomiopati, paparan toksin, penyakit jantung katup, gangguan fungsi tiroid, rokok, sindrom metabolik. Berdasarkan data registri gagal jantung Pokja menunjukkan kontribusi terbanyak sebagai penyebab gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes. Sementara itu, faktor risiko tambahan seperti obesitas, dislipidemia, gangguan fungsi ginjal, gaya hidup santai, dan obstructive sleep apnea.

Di Indonesia, berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia (PERKI) tahun 2020, terdapat 3 pilar utama pengobatan gagal jantung, yaitu RAS (renin angiotensin aldosteron) blocker, Betablocker, dan MRA (mineraloreceptor antagonist) sebagai lini pertama pengobatan gagal jantung kronik selama tidak ditemukan adanya kontrindikasi.  Di akhir tahun 2021, Pokja mengeluarkan tulisan ilmiah mengenai SGLT2-I yang direkomendasikan sebagai tambahan terapi pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVKi) ≤ 40% yang telah menerima terapi standar gagal jantung untuk menurunkan angka kematian dan risiko rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung.

Tujuan dari pengobatan pada pasien gagal jantung adalah untuk menurunkan angka kematian, menurunkan angka rawat inap berulang di rumah sakit, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Meskipun saat ini sudah tersedia beberapa pilihan terapi gagal jantung yang tersedia, masih ada kebutuhan besar yang belum terpenuhi untuk terapi dalam hal menurunkan angka kematian dan mencegah rawat inap berulang akibat gagal jantung tersebut.7Pencegahan dan pengobatan gagal jantung merupakan tanggung jawab semua orang, termasuk masyarakat, tidak hanya petugas kesehatan.

“Setiap pasien gagal jantung harus menjalani pengobatan yang optimal sesuai dengan bukti ilmiah dengan melihat profil dari masing-masing pasien. SGLT2i merupakan salah satu regimen terapi terbaru pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40% dan sudah tersedia di Indonesia. Bukti penelitian global menunjukkan efektivitas obat ini untuk menurunkan angka kematian dan rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung,” tambah dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FHFA.

Dr. dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, FAPSIC, FESC, FSCAI, Ketua PP PERKI yang juga hadir dalam kegiatan hari ini menekankan peran PERKI dalam mengedukasi masyarakat dan tenaga kesehatan terkait penyakit gagal jantung. “Melihat angka prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 5% dari jumlah penduduk dan juga persentase angka kematian akibat gagal jantung, saya percaya bahwa penting sekali bagi semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama secara berkesinambungan dalam upaya promotif, preventif, diagnosis, dan pengobatan untuk penanggulangan penyakit gagal jantung yang lebih baik.1 Selain itu, penting bagi kita untuk mencegah gagal jantung dengan memulai hidup sehat dengan mengonsumsi makanan sehat, berolahraga secara teratur dan berkonsultasi dengan dokter tentang tatalaksana faktor risiko gagal jantung yang tepat. Hal yg berikutnya yg penting adalah memeriksakan kesehatan jantung kita sejak dini terutama jika ada keluhan nyeri dada, berdebar, mudah capek, kaki bengkak atau sesak nafas. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah/kardiolog akan melakukan pemeriksaan jantung non invasif awal seperti ekokardiografi, holter atau treadmill test.”

Written By
indonesianjournal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!